Cafe
Beberapa hari setelah percakapan malam itu, Mira mengajakku untuk pergi ke kafe baru yang baru saja dibuka di dekat sekolah. Kami berdua selalu menyukai suasana kafe yang nyaman, jadi aku dengan senang hati menerima ajakannya.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, kami berdua bergegas keluar dari kelas dan berjalan menuju kafe tersebut. Di sepanjang perjalanan, kami berbincang tentang berbagai hal, mulai dari pelajaran di sekolah hingga rencana liburan.
Kafe yang kami tuju memiliki suasana yang hangat dan nyaman dengan aroma kopi yang menggoda. Kami memilih meja di pojok, dekat jendela yang menghadap ke taman kecil. Kami duduk dan membuka menu.
"Aku dengar kopi di sini enak banget," kata Mira sambil melihat-lihat menu.
"Aku mau coba cappuccino," jawabku.
Setelah memesan minuman, kami melanjutkan obrolan tentang proyek seni Mira. Dia bercerita dengan antusias tentang ide-ide kreatifnya dan tantangan yang dia hadapi.
"Terkadang, aku merasa ideku terlalu ambisius," katanya sambil mengaduk minumannya. "Tapi aku ingin menciptakan sesuatu yang benar-benar berkesan."
"Kamu selalu punya ide-ide luar biasa, Mira. Aku yakin proyekmu akan sukses besar," kataku dengan tulus.
Mira tersenyum. "Terima kasih, Dito. Dukunganmu selalu berarti buatku."
Kami terus berbincang hingga minuman kami datang. Sambil menikmati cappuccino yang hangat, aku melihat Mira yang tampak begitu bahagia dan bersemangat. Meskipun aku masih memiliki perasaan lebih dari sekadar persahabatan, aku merasa senang bisa mendukung dan menjadi bagian dari hidupnya.
"Sebenarnya, ada hal lain yang ingin aku bicarakan," kata Mira tiba-tiba, suaranya sedikit ragu.
"Apa itu, Mira?" tanyaku sambil menatapnya dengan perhatian.
"Aku dapat tawaran magang di kota besar selama liburan sekolah," katanya. "Ini kesempatan besar buatku, tapi aku juga merasa sedikit takut meninggalkan semua yang aku kenal di sini."
Aku terkejut mendengar berita itu, tapi berusaha untuk tetap tenang. "Itu kesempatan luar biasa, Mira. Kamu harus mencobanya. Aku yakin kamu akan belajar banyak dan mendapatkan pengalaman berharga."
"Tapi aku juga khawatir tentang kita, Dito. Bagaimana jika jarak membuat kita semakin jauh?" tanyanya dengan tatapan serius.
Aku terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Mira, persahabatan kita sudah terbukti kuat. Aku yakin kita bisa melalui ini. Lagipula, teknologi bisa membantu kita tetap berhubungan."
Mira tersenyum lega. "Terima kasih, Dito. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik."
Kami melanjutkan obrolan dengan lebih ringan, membahas rencana-rencana kecil yang akan kami lakukan sebelum Mira berangkat magang. Saat waktu berlalu, aku merasa semakin yakin bahwa persahabatan kami akan terus bertahan, meskipun ada jarak yang memisahkan.
Ketika kami akhirnya meninggalkan kafe, aku merasa lebih tenang. Meskipun ada banyak perubahan di depan, aku tahu bahwa persahabatan kami akan selalu menjadi fondasi yang kuat. Kami berjalan pulang dengan perasaan bahagia dan penuh harapan, siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Comments
Post a Comment